Daftar Blog Saya

Minggu, 24 Juli 2011

askep luka bakar (Combustio)


A.     Konsep Dasar
1.           Pengertian
 Menurut Billings and Stokes (1999) dalam bukunya Medical Surgical Nursing, menyatakan bahwa : “Burns are injuries caused by thermal (liquid or flame), chemical, or electrical agents”. Menurut terjemahan penulis berdasarkan kutipan diatas yaitu: Luka bakar adalah luka pada jaringan yang disebabkan oleh panas, (cairan atau api), kimia, atau radiasi energi listrik dan pergesekan.
Pengertian luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah (frost-bite). Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 ).
Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja dan dimana saja yang  disebabkan oleh banyak faktor, yang dapat mengakibatkan kerusakan kulit dan gangguan berbagai sistem tubuh. Luka bakar juga dapat menjadi penyebab utama kematian atau disfungsi berat jangka panjang. Untuk itu perlu perawatan khusus karena luka bakar merupakan media yang dapat ditempati oleh kuman dengan patogenitas tinggi, terdapat banyak jaringan yang mati, mengeluarkan banyak air, serum dan darah, dan jika luka bakar terbuka untuk waktu yang lama akan mudah terinfeksi atau mudah terkena trauma.
Di Indonesia luka bakar merupakan masalah yang berat karena perawatan dan rehabilitasinya sukar, perlu ketekunan, tenaga terlatih dan terampil serta biaya yang mahal. Luka bakar juga memerlukan penanganan yang serius secara tim yang meliputi dokter, perawat, fisioterapis, ahli gizi, psikiater, dan pekerja sosial.

2.       Anatomi Fisiologi
Anatomi kulit yang utama adalah tersusun dari tiga lapisan; yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
a.      Lapisan Epidermis
Tersusun dari keratinosit, yang tersusun atas beberapa lapisan, yaitu
1).    Lapisan Corneum atau lapisan tanduk
Terdiri dari atas sel-sel tipis melekat satu dengan yang lain. Merupakan barrier tubuh paling luar dan memiliki kemampuan mengusir organisme patogen dan mencegah kehilangan cairan.
2).    Lapisan Lucidum
Terdiri dari 2-3 lapisan sel gepeng tanpa inti.
3).    Lapisan Granulosum
Terdiri dari 2-3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma berbatas kasar dan inti terdapat diantaranya, butir-butir kasar ini terdiri dari keratohyalin.
4).    Lapisan Spinosum
Terdiri atas beberapa lapisan sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya amitosis.
5).    Stratum Basale
Terdiri dari atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
b.      Lapisan Dermis
Lapisan dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1).    Lapisan papilaris tersusun dari sel fibroblast yang menghasilkan bentuk kolagen merupakan komponen utama jaringan ikat.
2).    Lapisan retikularis terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen dan berkas serabut elastik.
Dermis juga tersusun oleh pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.
c.       Jaringan Subkutan
Jaringan subkutan berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal. Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorsi, eksresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi. Fungsi proteksi, kulit melindungi tubuh dari segala pengaruh luar, misalnya terhadap bahan-bahan kimia, mekanis, bakteriologis dan lingkungan sekitarnya. Fungsi absorbsi, penyerapan dapat berlangsung melalui cerah antar sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar. Fungsi eksresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Untuk merasakan rasa nyeri gatal, panas, dingin, rabaan dan tekanan. Pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan fungsi ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit. Pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basale epidermis. Pembentukan vitamin D, dengan bantuan sinar matahari, pro vitamin D diubah menjadi vitamin D. Fungsi keratinisasi, keratinosit dimulai dari sel basale mengadakan pembelahan, sel basale yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel menjadi gepeng dan bergranulosum. Makin lama ini menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf.
3.      Etiologi
Luka bakar disebabkan oleh kontak langsung antara anggota tubuh dengan faktor penyebab luka bakar seperti api, listrik, bahan kimia ataupun radiasi ( Effendi. C, 1999 ).
Setelah mengalami luka bakar maka seorang penderita akan berada dalam tiga tingkatan fase, yaitu :
a.      Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan jalan nafas (airway), mekanisme bernafas (breathing), dan sirkulasi (circulation). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Masalah sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara pasokan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan masalah instabilitas sirkulasi.
b.      Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan proses inflamasi dan infeksi; masalah penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional, keadaan hipermetabolisme.
c.       Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
4.      Patofisiologi luka bakar
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut dan disfungsi serebral. Kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal/ akut/ syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama. Kehilangan kulit sebagai sawar tubuh membuat luka mudah terinfeksi selain itu kehilangan kulit yang luas menyebabkan penguapan cairan tubuh yang berlebihan disertai dengan pengeluaran protein dan energi sehingga terjadi gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ seperti paru dan hepar yang berakhir dengan kematian. Reaksi inflamasi yang berkepanjangan menyebabkan kerapuhan jaringan dan struktur fungsional. Kondisi ini menyebabkan parut yang tidak beraturan, kontraktur dan deformitas sendi. ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 ).







Patofisiologi berdasarkan bagan :





                               















5.      Gambaran klinis
Gambaran klinis luka bakar( Brunner & Suddarth, 2002 ).
a.      Derajat satu (superfisial)
Penyebab tersengat matahari dan terkena api dengan intensitas yang rendah. Melibatkan hanya epidermis, gejala yang dirasakan kesemutan, hiperestesia (supersensitivitas) dan nyeri mereda bila didinginkan. Luka tampak merah muda terang sampai merah dengan edema minimal dan putih ketika ditekan. Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu disertai pengelupasan kulit.
b.      Derajat dua (partial thickness)
Penyebab tersiram air mendidih dan terbakar oleh nyala api. Melibatkan epidermis dan bagian dermis, gejala nyeri, hiperestesia dan sensitif terhadap udara dingin. Keadaan melepuh, dasar luka berbintik – bintik merah, epidermis retak, permukaan basah dan edema. Kesembuhan dalam waktu 2 hingga 3 minggu disertai pembentukan jaringan parut dan bila ada infeksi dapat berubah menjadi derajat  tiga.
c.       Derajat tiga (full thickness)
Penyebab terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu lama dan tersengat arus listrik. Melibatkan semua lapisan kulit, gejala tidak terasa nyeri, syok, (hematuria ada dalam urin) dan kemungkinana hemolisis (destruksi sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk atau keluar (pada luka bakar listrik). Kesembuhan dengan pembentukan eskar, diperlukan pencangkokan, pembentukan parut dan hilangnya kontour serta fungsi kulit. Pada fase yang lebih berat dapat terjadi amputasi pada daerah jari atau ekstremitas.
6.      Luas luka bakar
Perhitungan luas luka bakar berdasarkan rule of nine (Keperawatan Klinis, 2003 ).
a.       Kepala dan leher                                    : 9%
b.      Ekstremitas atas (2 x 9%)                      : 18%   (kiri dan kanan)
c.       Dada, perut,  punggung dan bokong 
(4 x 9%)                                                 : 36%
d.      Paha dan betis – kaki(4 x 9%)               : 36%  (kiri dan kanan)
e.       Genetalia/perineum                                : 1%
Total keseluruhan                                         : 100%
Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif permukaan  kepala jauh lebih besar dan relatif permukaan kaki lebih kecil digunakan rumus 10 untuk bayi dan rumus 10 – 15 – 20 dari lund dan browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus – rumus tersebut diatas adalah luas telapak tangan dianggap 1%.  ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 )
7.      Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor ( Engram B, 1999 ).
a.       Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
b.      Kedalaman luka bakar.
c.       Anatomi lokasi luka bakar.
d.      Umur klien.
e.       Riwayat pengobatan yang lalu.
f.       Trauma yang menyertai atau bersamaan.
8.      Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
Beberapa indikasi klien dengan luka bakar yang harus menjalani rawat inap ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 )
a.       Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada anak atau > 15% pada orang dewasa.
b.      Terancam edema laring akibat terhirupnya asap, udara hangat.
c.       Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada wajah, mata, tangan, kaki dan perineum.
9.    Pemeriksaan diagnostik.
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien luka bakar ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
a.       LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b.      Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
c.       Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada  cedera inhalasi asap.
d.      BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e.       Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar.
f.       Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g.      Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
h.      Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
10.      Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar adalah dengan menutup lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi dan mengurangi rasa sakit. Pencegahan trauma pada kulit yang vital dan elemen didalamnya  dan pembatasan pembentukan jaringan parut ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Pada saat kejadian, hal yang pertama harus dilakukan adalah menjauhkan korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma dengan bahan kimia, siram kulit dengan air yang mengalir. Proses koagulasi protein pada sel di jaringan yang terpajan suhu yang tinggi berlangsung terus menerus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin pada jam pertama setelah kejadian. Oleh karena itu, merendam bagian yang terkena selama lima belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan untuk luka bakar >10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
a.       Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway), pernapasan (breathing) dan sirkulasi (circulation).
b.      Periksa jalan napas.
c.       Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan napas (suction dan lain sebagainya), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi.
d.      Berikan oksigen.
e.       Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer laktat untuk mengatasi syok.
f.       Pasang kateter buli – buli untuk pemantau diuresis.
g.      Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik.
h.      Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous pressure/CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar ekstensif.
i.        Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan dapat yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan lebih diindikasikan pada luka bakar derajat 2 dan 3 dengan luas >25%, atau pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dapat dihentikan bila masukkan oral dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu :
1).   Cara Evans.
Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama hitunglah :
·         Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)
·         Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)
·         2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1), (2) dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan cairan setengah dari hari pertama. Pada hari ketiga berikan cairan setengah dari hari kedua. Sebagai monitoring pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis.
2).   Cara Baxter.
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah cairan hari pertama dihitung dengan rumus = %luka bakar x BB (kg) x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya. Hari pertama diberikan larutan ringer laktat karena terjadi hipotermi. Untuk hari kedua di berikan setengah dari jumlah hari pertama.
B.     Asuhan Keperawatan
Dalam proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan  evaluasi. Dalam melaksanakan proses keperawatan tersebut seorang perawat harus harus mempunyai keterampilan khusus agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas, yaitu keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal.
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan klien tersebut. Data dasar pengkajian klien dengan luka bakar (Doengoes, 2000) yang perlu dikaji  :
a.      Aktifitas/istirahat :
Tanda :
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b.      Sirkulasi :
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT) :
Hipotensi (syok); takikardia (syok/ansietas/nyeri); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c.       Integritas ego:
Gejala: 
Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda :
Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,    marah.
d.      Eliminasi :
Tanda :
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e.       Makanan/cairan :
Tanda :
Oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f.        Neurosensori:
Gejala:
Area batas; kesemutan.
Tanda:
Perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas.
g.      Nyeri/kenyamanan :
Gejala :
Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara ekstern sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h.      Pernafasan :
Gejala :
Terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda :
Serak; batuk mengi; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengi (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i.        Keamanan:
Tanda:
Kulit umum :
Destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera Api :
Terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut kering, merah; lepuh pada faring posterior; edema lingkar mulut dan / atau lingkar nasal.
2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dibuat setelah dilakukan analisa dari data – data yang terkumpul. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien luka bakar (Doenges, 2000) adalah sebagai berikut :
a.      Risiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan:
1)       Obtruksi trakeabronkial: edema mukosa dan hilangnya kerja silia (inhalasi asap). Luka bakar daerah leher, kompresi jalan napas torak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.
2)      Trauma: cedera jalan napas atas langsung oleh api, pemanasan, udara panas dan kimia/gas.
3)      Perpindahan cairan, edema paru, penurunan komplains paru.
b.      Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
1)      Kehilangan cairan melalui rute abnormal.
2)      Peningkatan kebutuhan: status hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan.
c.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
1)      Pertahanan primer tidak adekuat: kerusakan perlindungan kulit, jaringan traumatik.
2)      Pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
d.      Nyeri berhubung dengan
1)      Kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema.
2)      Manifulasi jaringan cedera contoh debridemen luka.
e.       Resiko tinggi terhadap perubahan atau disfungsi perpusi jaringan, neurovaskular perifer berhubungan dengan
1)      Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
2)      Hipovolemia
f.       Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) berhubungan dengan: 
1)       Katabolisme protein.

g.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
1)      Gangguan neuromuskular, nyeri/tidak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
2)      Terapi pembatasan, imobilisasi tungkai dan kontraktur.
h.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
1)      Trauma: kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
i.        Ketakutan /ansietas berhubungan dengan
1)      Krisis situasi: perawatan dirumah sakit/prosedur isolasi, transmisi interpersonal dan kontagion, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian dan atau kecacatan.
j.        Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan
1)      krisis situasi: kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
k.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
1)                            Kurang terpajan/mengingat
2)                            Salah interpretasi informasi
3)                            Tidak mengenal sumber informasi.
3.      Perencanaan
Adapun perencanaan klien dengan luka bakar berdasarkan  diagnosa   keperawatan yang muncul ( Doenges, 2000) adalah:
a.      Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan:
1)      Obstruksi trakeabronkial: edema mukosa dan hilangnya kerja silia (inhalasi asap). Luka bakar daerah leher, kompresi jalan napas torak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.
2)      Trauma: cedera jalan napas atas langsung oleh api, pemanasan, udara panas dan kimia/gas.
3)      Perpindahan cairan, edema paru, penurunan komplains paru.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Menunjukkan bunyi napas yang jelas, frekuensi napas dalam rentang normal, bebas dispnea/sianosis.
Rencana tindakan:
1)      Kaji reflek menelan, serak dan batuk mengi.
2)      Awasi frekuensi, irama, sianosis dan sputum merah muda.
3)      Dorong batuk/latihan napas dalam.
4)      Berikan 02 dengan tepat.
5)      Awasi 24 jam keseimbagan cairan.
b.       Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan :
1)      Kehilangan cairan melalui rute abnormal.
2)      Peningkatan kebutuhan: status hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan, kehilangan perdarahan.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda vital stabil, membran mukosa lembab.
Rencana tindakan:
1)      Awasi tanda – tanda vital.
2)      Awasi haluaran urine dan berat jenis
3)      Perkirakan drainase.luka dan kehilangan yang tak tampak.
4)        Pertahankan pencatatan kumulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan
5)      Timbang berat badan tiap hari.
c.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan :
1)      Pertahanan primer tidak adekuat: kerusakan perlindungan kulit, jaringan traumatik.
2)      Pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Mencapai penyembuhan tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak demam.
Rencana tindakan:
1)      Implementasikan teknik isolasi yang tepat sesuai indikasi.
2)      Tekankan teknik cuci tangan yang baik bagi semua yang kontak dengan pasien.
3)      Gunakan teknik aseptik yang ketat dalam  perawatan luka.
4)      Cukur/ikat rambut disekitar area yang terbakar.
5)      Ganti balutan dan bersihkan area terbakar.
6)      Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas .
7)      Periksa luka tiap hari, perhatikan perubahan penampilan, bau atau kuantitas drainase.
8)      Awasi peningkatan tanda vital.
9)      Kolaborasi dalam pemberian obat baik yang topikal maupun
      sistemik.
d.      Nyeri berhubungan dengan :
1)      Kerusakan kulit / jaringan, pembentukan edema
2)      Manipulasi jaringan cedera contoh debridement luka
                   Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
       Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol, menunjukan ekspresi wajah / postur tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktifitas dan tidur / istirahat denga tepat.
Rencana tindakan :
1)      Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi
2)      Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi / karakter dan intensitas (skala 0 – 10).
3)      Kaji tanda – tanda vital.
4)      Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh nafas dalam.
5)      Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
6)      Kolaborasi dengan tim medis.
e.       Resiko tinggi terhadap perubahan atau disfungsi perfusi jaringan, neurovaskuler perifer berhubungan dengan :
1)      Penurunan / interupsi aliran darah arterial / vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema
2)      Hipovolemia
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas / kekuatan sama, pengisian kapiler baik dan warna kulit normal pada area yang cidera.
Rencana tindakan :
1)      Kaji warna,sensasi, gerakan, nadi perifer dan pengisian kapiler pada ekstremitas luka bakar.
2)      Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat.
3)      Ukur tekanan darah pada ektremitas yang mengalami luka bakar.
4)      Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang sakit.
5)      Selidiki nadi secara teratur.
f.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan:
1)      Katabolisme protein.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Menunjukan pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik dibuktikan oleh berat badan stabil / massa otot terukur, keseimbangan nitrogen positif, dan regenerasi jaringan.
Rencana tindakan :
1)      Auskultasi bising usus
2)      Pertahankan jumlah kalori ketat, timbang tiap hari
3)      Berikan makan dan makanan kecil sedikit dan sering
4)      Dorong klien untuk duduk saat makan dan dikunjungi orang lain.
5)      Berikan kebersihan oral sebelum makan.
g.       Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan :
1)      Gangguan neuromuskuler, nyeri / tidak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
2)      Terapi pembatasan, imobilisasi tungkai dan kontraktur.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Klien menyatakan dan menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktifitas, mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau kompensasi bagian tubuh, menunjukan teknik / perilaku yang memampukan melakukan aktifitas.
Rencana tindakan :
1)      Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif.
2)      Beri obat sebelum aktifitas / latihan.
3)      Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk memberikan periode istirahat tak terganggu.
4)      Instruksikan dan bantu dalam mobilitas, contoh tongkat, walker secara tepat.
5)      Dorong dukungan dan bantuan keluarga / orang terdekat pada latihan rentang gerak.
6)      Dorong partisipasi klien dalam semua aktifitas sesuai kemampuan individual.
h.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan :
1)      Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Menunjukan regenerasi jaringan, mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Rencana tindakan :
1)      Kaji / catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
2)      Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
3)      Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.
4)      Pertahankan balutan diatas area graft baru dan atau sisi donor sesuai indikasi
5)      Evaluasi warna sisi graft dan donor, perhatikan adanya / tak adanya penyembuhan.
i.         Ketakutan / ansietas berhubungan dengan :
1)      Krisis situasi : perawatan dirumah sakit / prosedur isolasi, transmisi interpersonal dan kontagion, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian dan atau kecacatan.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Klien menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara sehat, kilen mengatakan ansietas / kecemasan menurun sampai tingkat dapat ditangani, menunjukan keterampilan pemecahan masalah, penggunaan sumber yang efektif.
Rencana tindakan :
1)      Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan
2)      Tunjukan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur bebas dari nyeri
3)      Libatkan pasien / orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan kapanpun
4)      Berikan orientasi konstan dan konsisten.
5)      Identifikasi metode koping / penanganan situasi stres sebelumnya.
j.         Gangguan citra tubuh ( penampilan peran ) berhubungan dengan :
1)      Krisis situasi : kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Klien menyatakan penerimaan situasi diri, bicara dengan keluarga / orang terdekat tentang situasi, perubahan yang terjadi, membuat tujuan realitas / rencana untuk masa depan, memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.
Rencana tindakan :
1)      Kaji makna kehilangan / perubahan pada klien / orang terdekat
2)      Terima dan akui ekspresi frustasi.
3)      Susun pembatasan perilaku maladaptif.
4)      Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan, dan menyusun tujuan dalam keterbatasan.
5)      Dorong interaksi keluarga dan tim rehabilitasi.
k.       Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan :
1)      Kurang terpajan / mengingat.
2)      Salah interpretasi informasi.
3)      Tidak mengenal sumber informasi.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Klien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan, melakukan dengan benar tindakan tertentu dan menjelaskan alasan tindakan, melakukan perubahan pola hidup tertentu dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Rencana tindakan :
1)        Kaji ulang prognosis dan harapan yang akan datang
2)        Diskusikan harapan pasien untuk kembali kerumah, bekerja dan aktifitas normal.
3)        Kaji ulang perawatan luka bakar, graft kulit dan luka.
4)        Diskusikan perawatan kulit, contoh penggunaan pelembab.
5)        Jelaskan proses jaringan parut dan perlunya untuk menggunakan pakaian penekan yang tepat bila menggunakannya.
6)        Identifikasi keterbatasan spesifik aktifitas sesuai individu.
7)        Tekankan perlunya / pentingnya mengevaluasi perawatan/rehabilitasi.
4.      Implementasi
Merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik, dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. (Engram B, 1999).
Pelaksanaan adalah implementasi atau penerapan tindakan-tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Pada tahap ini ada beberapa yang perlu dikerjakan, antara lain :
a.       Melaksanakan/menerapkan tindakan-tindakan keperawatan yang ada dalam rencana.
b.      Mengisi format asuhan keperawatan.  
Adapun prioritas keperawatan dalam tahap pelaksanaan tindakan keperawatan untuk klien luka bakar (Keperawatan Klinis, 2003) adalah :
1)      Mempertahankan potensi jalan napas/fungsi pernapasan.
2)      Memperbaiki stabilitas hemodinamik/volume sirkulasi
3)      Menghilangkan nyeri.
4)      Mencegah komplikasi.
5)      Memberikan dukungan emosi pada pasien/orang terdekat.
6)      Memberikan informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan.
5.      Evaluasi
Merupakan hasil perbandingan yang sistematis dan direncanakan antara status kesehatan klien dengan hasil yang diharapkan. Evaluasi hasil yang di harapkan pada klien dengan luka bakar berdasarkan diagnosa keperawatan (Brunner & Suddarth, 2002).
a.      Memelihara pertukaran gas dan bersihan jalan napas
1)        Memeperlihatkan paru-paru yang terdengar bersih pada auskultasi.
2)        Tidak memperlihatkan dispnea atau cyanosis dan dapat bernafas dengan baik ketika berdiri, duduk serta berbaring.
3)        Memperlihatkan frekuensi respirasi antara 12 – 20 x/menit.
4)        Memiliki sekret respirasi yang minimal, tidak berwarna dan encer.
5)        Memiliki irama jantung yang stabil.
b.      Mendapatkan kembali keseimbangan cairan yang optimal
1)      mempertahankan asupan serta keluaran cairan dan berat badan yang mempunyai korelasi dengan pola yang diharapkan.
2)      Memperlihatkan tanda-tanda vital, CVP, tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji (wedge presure) yang tetap berada dalam batas-batas yang direncanakan.
3)      Memiliki frekuensi denyut jantung yang kurang dari 110 /menit dengan irama sinus yang normal.
c.       Tidak mengalami infeksi lokal maupun sistemik
1)      Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur dengan jumlah bakteri yang minimal
2)      Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur sputum dan urin yang normal.

d.   Mengalami nyeri yang minimal.
1)      Memerlukan preparat analgetik hanya untuk aktifitas fisioterapi atau perawatan luka yang spesifik.
2)      Melaporkan nyeri yang minimal.
3)      Tidak memperlihatkan tanda-tanda fisiologik atau non verbal yang menunjukan terdapatnya nyeri.
4)      Menggunakan tindakan untuk mengendalikan nyeri seperti teknik relaksasi.
5)      Dapat tidur tanpa terganggu oleh rasa nyeri.
e.                                                                                                                                                                                                                          e.   Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas / kekuatan sama.
1)      Meningkatkan sirkulasi sistemik / aliran balik vena.
2)      Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik.
3)      Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan.
f.        Memperlihatkan status nutrisi yang anabolik.
1)      Tidak memperlihatkan tanda-tanda difisiensi protein, vitamin dan mineral.
2)      Memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan lewat asupan oral.
3)      Turut berpartisipasi dalam memilih makanan yang mengandung nutrien yang dipreskripsikan.
4)      Memperlihatkan kadar protein serum yang normal.
g.      Memperlihatkan mobilitas fisik yang optimal.
1)      Memperbaiki kisaran gerak pada sendi setiap hari.
2)      Memperlihatkan kisaran gerak pra luka bakar pada semua sendi.
3)      Tidak mengalami tanda-tanda kalsifikasi disekitar sendi.
4)      Turut berpartisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari.
h.      Memperlihatkan perbaikan intergritas kulit.
1)      Mempertahankan kulit yang secara umum tampak utuh dan bebas dari infeksi, dekubitus serta cidera.
2)      Memperlihatkan daerah-daerah luka terbuka yang berwarna merah muda, mengalami reepitelisasi dan bebas dari infeksi.
3)      Sudah memperlihatkan luka yang sembuh, teraba lunak dan halus.
4)      Memperlihatkan kulit yang licin dan elastis.
i.        Mengaitkan dengan tepat dalam proses klien / keluarga.
1)      Klien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan perasaan mereka yang berkenaan dengan perubahan dalam interaksi keluarga.
2)      Keluarga memberikan dukungan emosional kepada klien selama perawatan dirumah sakit.
3)      Keluarga mengatakan bahwa kebutuhan mereka sendiri terpenuhi.
j.         Menggunakan strategi koping untuk menghadapi masalah pasca luka bakar.
1)      Dengan kata-kata mengutarakan reaksi terhadap luka bakar, prosedur terapeutik, kehilangan.
2)      Mengidentifikasi strategi koping yang digunakan secara efektif dalam menghadapi situasi stres yang pernah dialami sebelumnya.
3)      Dengan kata-kata mengutarakan pandangan yang realistik terhadap masalah yang terjadi akibat luka bakar dan rencananya untuk masa depan.
4)      Mengatasi kesedihan akibat kehilangan yang terjadi akibat luka bakar.
k.       Klien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan pemahaman mereka terhadap proses penanganan luka bakar.
1)      Menyatakan dasar pemikiran bagi berbagai aspek penanganan.
2)      Menyatakan periode waktu yang realistik untuk kesembuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar